16 Juni 2008

Dunia Sudah Terbalik

Bismillahirrahmanirrahim

Ganti pejabat ganti kebijaksanaan, sudah lumrah di negeri ini. Sehingga, rakyat sudah harus bersiap menjadi korban setiap ada pergantian pejabat, karena biasanya akan diiringi dengan keluarnya kebijaksanaan baru yang memberatkan rakyat. Korbannya bisa anak sekolah, pedagang, pengurus izin usaha, petani, nelayan, atau siapa saja. Padahal, pergantian pejabat bukan berarti harus mengganti atau merombak kebijaksanaan pejabat terdahulu, seperti yang terjadi PLN, PDAM jual gituan aja kok rugi terus. Alasan selalu efisiensi, enggak pakai modal biaya besar (maling teriak maling). Halo KPK...! Kok diam saja. Melainkan melanjutkan apa yang baik, ditingkatkan.

Untuk menjadi seorang pemimpin itu dipilih orangnya bukan partainya, sehingga dia akan memihak kepada rakyat bukan kepada partainya karena dia dipilih oleh rakyat. Salah satu contoh nasib rakyat yang berprofesi sebagai pedagang kaki lima sudah diusir dari lokasi berjualan lalu ditindas, tidak diberikan lokasi yang baru untuk berjualan lagi, mereka itu bukan mencari kekayaan melainkan mencari sesuap nasi dan mencari untuk kesejahteraan keluarganya, tapi kebanyakan pemimpin tidak peduli akan nasib rakyat seperti itu, kalau begitu lebih baik mundur saja menjadi pemimpin, memimpin dirinya saja belum bisa apalagi memimpin masyarakat umum.

Aparatur pemerintahan yang kurang bagus, karena yang memilih dan mengangkat kurang bagus pula. Misalnya calon gubernur, walikota dan bupati, seharusnya bukan dipilih oleh partai, karena yang terjadi selama ini adalah praktik pemerasan oleh partai terhadap calon. Bila dipilih oleh partai politik, berarti jabatan itu sama dengan ditenderkan atau diproyekkan. Kalau tender tentu ada pemborong, hasilnya jika dipilih nanti jadi pembohong. Wajar mereka jadi pembohong demi untuk membalikkan/mengembalikan modal sebelum jadi kepala daerah yang sudah diinvestasikan. Istilah perkataan gubernur, walikota dan bupati selalu hebat dan bagus sejak dari zaman dahulu kala (rancak jadi perampok di nagari urang, baru memimpin kampung halaman indak kajadi parampok lai).

Jadi gubernur atau walikota mereka harus tahu dengan kondisi daerahnya. Aneh, begitu jadi walikota tidak tahu dengan situasi daerah sendiri dan desa-desa terpencil termasuk kelurahan. Jadi bagaimana membangun masyarakat kalau tidak tahu dengan daerah kekuasaannya. Selaku pemimpin harus tahu kebutuhan serta keperluan masing-masing daerah itu demi kemajuan daerah dan masyarakat ke depan, ia katakan ia, bila tidak katakan tidak, karena jabatan itu amanah dari rakyat, bukan proyek tender yang dibuat untuk menguras uang rakyat (takurung harus didalam, taimpik harus dibawah). Apabila anda selaku warga negara yang baik dan menyadari saudara memilih atau dipilih oleh rakyat dan bukan partai, mari bersama-sama meluruskan dan menegakkan citra bangsa Indonesia.

Mencermati sering terjadinya kerusuhan usai dilakukannya Pilkada sehingga memakan korban manusia, kita melihat Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu) hanya sebagai penonton saja yang tidak mempunyai kekuatan untuk membawa pelanggar pemilu ke depan pengadilan (Mahkamah). Seperti pelanggaran kartu ganda, kartu orang meninggal hidup lagi dan sebagainya. Hal ini dikarenakan undang-undang tidak mendukung Panwaslu untuk berbuat lebih jauh. Dalam hal ini agar Panwaslu punya kekuatan maka perlu adanya Undang-undang yang direvisi. Bila tidak bubarkan saja Panwaslu ganti dengan tugas Kepolisian. Karena hal ini menyimpang, merupakan tindak pidana murni/sabotase.

Bila diri kita dipilih jadi walikota, gubernur, menteri dan jabatan lain, sebaiknya berjanji kepada Tuhan YME. Berkatalah; dengan jabatan ini saya bersedia meluangkan waktu dan umur

saya ini selama lima tahun untuk kepentingan masyarakat, berbuat segala kebaikan untuk rakyat di daerah yang saya pimpin, jabatan yang saya pegang sebagai amanah rakyat, bukan proyek tender jabatan/pemborong/pembohong. Rakyat bisa membuktikan kapasitas dan nilai diri saya ; pandaikah, cerdas, bijaksana dan berani. Saya akan katakan yang benar itu benar, salah itu tetap salah. Seluruh kegiatan yang ada di desa-desa dan kecamatan hapal di luar kepala. Apa saja yang saya perbuat ke depan, adalah karena keinginan rakyat, demi kemajuan bersama

Harusnya kita menyadari jabatan yang didapat ini tidaklah mudah, penuh perjuangan, kenapa disia-siakan dan jabatan yang kita pimpin adalah amanah. Binatang saja di hutan bisa tertib dan hidup saling menghargai, kenapa manusia yang memiliki otak dan pikiran serta pengetahuan sifatnya melebihi binatang, tidak tertib dan susah diatur.

Harimau mati meninggalkan belang, manusia wafat meninggalkan nama baik, gubernur, bupati dan walikota meninggalkan.............................Kalau Pejabat tentu meninggalkan……………………………. perangai?


Tidak ada komentar: